Jumat, 15 April 2011

Kemuliaan Perempuan di Mata Al Qur’an

Dr. Amir Faishol Fath

Allah swt berfirman: “Dan apabila seseorang dari mereka diberi kabar dengan (kelahiran) anak perempuan,hitamlah (merah padamlah) mukanya, dan dia sangat marah. Ia menyembunyikan dirinya dari orang banyak, disebabkan buruknya berita yang disampaikan kepadanya. Apakah dia akan memeliharanya dengan menanggung kehinaan ataukah dengan menguburkannya ke dalam tanah (hidup-hidup)? Ketahuilah, alangkah buruknya apa yang mereka tetapkan itu” (QS. An Nahl 58-59).

Ayat di atas menggambarkan salah satu sisi dari masyarakat jahiliyah (baca: sebelum datangnya islam). Bahwa mereka sangat merendahkan derajat perempuan. Wajah mereka sinis dan penuh kebencian setiap kali melihat anak perempuan. Mereka memandang kehadiran perempuan sebagai beban. Mereka beranggapan bahwa perempuan tidak produktif.
Padahal dalam berbagai ayat Allah swt menunjukkan bahwa hakikat berpasang-pasangan antara laki-laki dan perempuan adalah tanda diantara kebesaran Allah swt. Seperti dalam surat Ar Rum 21
Manusia tidak akan bisa bertahan hidup, jika semua yang ada di muka bumi laki-laki saja atau sebaliknya. Lalu mengapa mereka membenci kaum perempuan? Allah yang menghendaki adanya kaum perempuan, karena Dialah yang Maha tahu akan keharusan adanya perempuan dalam berlangsungnya hidup manusia. Maka, semakin jahiliyah suatu kaum , semakin akal manusia tidak difungsikan secara benar. Dan, semakin jahiliyah suatu kaum, hamper bias dipastikan bahwa yang pertama kali jadi korban adalah kaum perempuan.

Peranan Perempuan Menurut Al Qur’an?

Allah memerintahkan istri-istri Rasulullah saw ---sebagai teladan--- dan perempuan-perempuan Muslimah dimanapun berada agar lebih banyak berperan di rumah sebagai istri bagi suami dan sebagai ibu bagi anak-anaknya. Allah berfirman: “dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang jahiliah yang dahulu dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ta’atilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya”.
Ini menunjukkan bahwa medan utama perjuangan kaum perempuan adalah rumah. Jangan sampai rumah dikorbankan demi kesibukan di luar rumah. Toh kalaupun ada tugas-tugas penting di luar rumah seperti mencari ilmu dan berdakwah di jalan Allah, itu juga dalam batas tidak sampai mengorbankan tugas-tugas rumah. Sebab pada dasarnya tugas dakwah yang paling pokok adalah membangun rumah tangga yang baik, penuh ketaatan kepada allah. Perhatikan Allah berfirman: “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka.” (QS. At Tahrim 6).
Tetapi bukan lantas kemudian pemahaman ini dijadikan alas an untuk tidak aktif di jalan dakwah? Tidak, tidak demikian. Di dalam Al Qur’an banyak ayat dan contoh-contoh yang menunjukkan di mana seorang perempuan bias memainkan perannya, dalam batas yang sesuai dengan kodrat keperempuanannya dan tidak sampai menyebabkan kemaksiatan. Beberapa ayat menunjukkan hal itu:

(a) Dalam surat An nisa’ 32 Allah menggambarkan bahwa perempuan boleh berusaha atau mencari penghasilan: “dan bagi para perempuan (pun) ada bahagian dari apa yang mereka usahakan”. Dalam urat Qasas 23 digambarkan bagaimana kedua putri Nabi Syua’ib keluar menggembala kambing (karena darurat: sang ayah sangat tua) tetapi dengan cara yang tidak menimbulkan fitnah.

Allah berfirman: “Dan tatkala ia sampai di sumber air negeri Madyan ia menjumpai di sana sekumpulan orang yang sedang meminumkan (ternaknya), dan ia menjumpai di belakang orang banyak itu, dua orang perempuan yang sedang menghambatnya (ternaknya). Musa berkata: “apakah maksudmu (dengan berbuat begitu)?” Kedua perempuan itu menjawab: “Kami tidak dapat meminumkan (ternak kami), sebelum pengembala-pengembala itu memulangkan (ternaknya), sedang bapak kami adalah orang tua yang telah lanjut umurnya”.

(b) Dalam surat Al Mumtamah 12, Allah menggambarkan bagaimana kaum perempuan di zaman Rasulullah saw melakukan bai’at untuk berbuat sejumlah kebaikan. Bahkan dalam surat At taubah 71, digambarkan bahwa antara perempuan dan laki-laki hendaknya selalu bersinergi dalam menegakkan kebenaran: “Adan orang-orang yang beriman , lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf, mencegah dari yang mungkar.

(c) Dalam surat An Nur 31, Allah mengajarkan agar perempuan tetap menjaga kehormatan dirinya, dengan menutup aurat dan tidak mempertontonkan perhiasannya di depan siapapun yang bukan muhrim, terutama ketika keluar rumah. Dalam ayat itu, setelah menyebutkan mereka-mereka menjadi muhrim, Allah menutup dengan penjelasan-Nya, “Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.”

Jelasnya bahwa kaum perempuan dalam Al Qur’an mendapatkan kedudukan yang sesuai dengan fitrahnya. Tidak ada satupun ayat yang menunjukkan bahwa kaum perempuan didzalimi, bahkan mereka menemukan tempat yang sangat mulia. Sejajar dengan laki-laki dalam menentukan pilihan, bertanggung jawab atas perbuatan yang dilakukan. Lebih jauh bahwa perempuan bias bersinergi dengan laki-laki dalam menegakkan kebenaran, dalam batas yang tidak menimbulkan fitnah serta sesuai dengan kodrat keperempuannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar